Dunia pendidikan seharusnya menjadi tempat yang penuh dengan nuansa menuntut ilmu. Tapi gambaran itu rupanya tidak lagi menjadi bayangan indah di institusi pendidikan khusus. Kekerasan sepertinya sudah identik dengan institusi pendidikan yang khusus menciptakan pamong seperti AKPOL (Akademi Kepolisian) dan IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri). Dalam satu hari, Kamis (15/5/2008), kedua institusi pendidikan bergengsi ini membuat berita.
Dari Akpol Semarang muncul berita Sersan Mayor Taruna Tri Pramuda Siburian dikeroyok rekannya sesama taruna karena diduga telah mencuri sejumlah barang milik taruna yang lain. Korban dihakimi sendiri oleh 30 taruna yang tak lain adalah teman satu peletonnya dan satu angkatan pada Minggu, 11 Mei 2008. Tri Pramuda terpaksa dirawat di RS Elizabeth Semarang. Dia mengalami luka memar di kepala, perut, punggung, dan bagian tubuh lain. Sementara 30 rekannya ditahan provoost.
Sementara di IPDN, dalam watu yang hampir bersamaan, muncul pula berita yang tidak kalah menyedihkan. Praja Vevi Aike Yandra ditusuk oleh rekannya sesama praja Muzian Beli dengan sebilah badik. Penusukan itu dipicu hanya oleh peristiwa jatuhnya daun pintu lemari Vevi yang berasal dari Sumatera Barat itu pada Kamis (15/5/2008) pukul 12.00 WIB di barak Irian Jaya yang mengganggu tidur siang Muzian. Korban yang berasal dari Sumatera Barat ini kemudian ditusuk dengan sebilah badik oleh Muzian yang berasal dari Sumatera Selatan di bagian belakang paha kirinya. Vevi yang mengalami luka sobek kemudian dilarikan teman-temannya ke klinik IPDN. Sementara Muzian yang sebenarnya praja tingkat dua ini sempat melarikan diri ke barak tingkat tiga, sebelum akhirnya diamankan Polsek Jatinangor, dan pada hari itu juga dinyatakan dipecat dari praja.
Peristiwa di IPDN ini juga berselang 11 hari sejak tewasnya praja Chris Bernard akibat overdosis alcohol. Praja tingkat IV asal Kalimantan Tengah ini tewas setelah dirawat beberapa hari di rumah sakit.
Peristiwa di atas hanya sekelumit kejadian yang terjadi di kedua institusi pendidikan bergengsi itu. Sebelumnya berita tentang penyiksaan yang dialami junior di kedua institusi pendidikan itu pernah menjadi perhatian nasional akibat tewasnya peserta didik seperti Cliff Muntu di IPDN. Juga tentang berita aborsi yang dilakukan praja wanita di IPDN turut menambah buram dunia pendidikan di institusi tersebut.
Gambaran di atas sepertinya jauh dari tujuan pendidikan islam yang seharusnya menghasilkan manusia yang memiliki syakhsiyyah (kepribadian) islamiyyah, yaitu memiliki tingkat fikriyyah (intelektualitas) islamiyyah yang mumpuni serta nafsiyyah (budi pekerti) islamiyyah yang dapat diandalkan. Inilah akibat dari ditinggalkannya islam sebagai dasar dan aturan hidup di negeri ini. Akhirnya yang terjadi adalah hukum rimba yang cenderung mengedepankan logika kekuatan daripada kekuatan logika.
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.
(Q.S. Thaaha : 124)