Kamis, 08 Mei 2008

Kenaikan Harga BBM, Kebijakan Yang Menyengsarakan Rakyat

Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?
(Q.S. Al-Maa'idah : 50)

Inilah akibat bila kita lalai dari hukum Allah. Baru saja pemerintah berencana menaikkan harga BBM, sebagian elemen rakyat (terutama mahasiswa) sudah memberikan reaksi menolak. Kenapa sih setiap kali ada lonjakan harga minyak dunia selalu diikuti dengan kebijakan pengurangan subsidi? Walaupun alasannya untuk menyelamatkan APBN, tapi kan komponen APBN tidak hanya subsidi. Mengapa belanja hutang yang jumlahnya mencapai 200 triliun rupiah itu tidak diutak-atik sementara subsidi yang hanya berpengaruh 15% - 18% harus dikorbankan? Ini berarti pemerintah hanya ingin menyelamatkan APBN (kinerja pemerintah) tetapi tidak untuk meyelamatkan rakyat.

Imbas dari kebijakan itu adalah beban bagi rakyat semakin berat. Pencabutan subsidi BBM akan otomatis menaikkan harganya. Kenaikan ini secara langsung akan melemahkan daya beli masyarakat. Ini dampak langsungnya bagi rakyat sebagai konsumen.

Secara tidak langsung, industri yang juga tertekan akibat kenaikan harga bahan baku dan ongkos produksi serta penurunan permintaan akan menaikkan harga untuk menutupi costnya. Ujung-ujungnya rakyat juga yang kena getahnya.

Berdasarkan perkiraan Lembaga Kajian Reformasi Pertambangan dan Energi, kenaikan harga BBM sebesar 30 persen berpotensi mengakibatkan orang miskin bertambah sebesar 8,55 persen atau sekitar 15,68 juta jiwa (kompas, 8/5/2008). Data Badan Pusat Statistik mencatat, jumlah orang miskin se-Indonesia adalah 16,85 persen dari total populasi atau sekitar 36,8 juta jiwa. Berarti bisa naik menjadi 52,48 juta jiwa. Ini berarti hampir seperempat jumlah penduduk Indonesia akan tergolong miskin. Ini belum memakai paradigma miskin menurut standar islam. kalau memakai standar Islam, bisa lebih banyak lagi.

Lalu mengikuti kebijakannya ini, pemerintah juga berencana (lagi-lagi) memberikan BLT, singkatan dari Bantuan Langsung Tunai, sebesar Rp 100.000 per bulan kepada 19,1 juta keluarga miskin begitu harga BBM dinaikkan. Padahal menurut Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Reformasi Pertambangan dan Energi, Pri Agung Rakhmanto di Jakarta, Rabu (7/5), untuk kenaikan harga BBM sebesar 30 persen, kompensasi yang harus diterima masyarakat minimal Rp 168.000 (kompas, 8/5/2008). Kalau begitu berarti rakyat harus menanggung Rp 68.000 sisanya sendiri. Belum lagi 33,38 juta rakyat miskin sisanya dibirkan menanggung beban hidup sendiri begitu saja? Termasuk juga kalangan pengusaha yang terpukul akibat kebijakan tidak populis ini. Lalu dimana tanggung jawab dan nurani pemerintah?

Kebijakan pemberian BLT ini dinilai oleh beberapa kalangan hanya untuk meredam gejolak di tengah rakyat akibat beratnya tekanan terhadap perekonomian rakyat. Ya, mungkin ingin menjadi sinterklas. Padahal hal ini menipu. Pemberian BLT hanya berlaku setahun ke depan. Sementara beban yang dialami rakyat tidak hanya berhenti dalam kisaran setahun. Pelemahan daya beli ini akan berpengaruh lama. Pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy mengemukakan, kenaikan harga BBM hanya merupakan jalan pintas pemerintah untuk melepaskan diri dari beban keuangan negara. Namun, kebijakan tersebut menuai dampak buruk yang melemahkan daya beli masyarakat, meningkatkan kemiskinan, dan memukul sektor usaha (kompas, 8/5/2008).

Lalu kenapa kebijakan itu yang menjadi prioritas? Padahal dampaknya bagi rakyat sangat besar?

Apakah upaya lain telah dicoba sebelum kebijakan tidak populis ini diambil?

Sudahkah pemerintah berupaya mengurangi alokasi pembayaran pokok dan bunga utang melalui penjadwalan kembali pembayaran utang luar negeri, seperti yang dilakukan Argentina dan Brasil?

Sudahkah pengambil kebijakan itu mencoba merestrukturisasi utang dalam negeri?

Sudahkah mereka melakukan pemangkasan biaya pengadaan BBM?

Pertanyaan-pertanyaan itu harus dijawab. Karena dalam Islam penguasa adalah penggembala bagi rakyatnya. Mereka bertanggung jawab terhadap rakyat yang menjadi gembalaannya. Apakah mereka tidak tahu atau lupa dan tidak takut terhadap do'a Nabi Saw


Ya Allah, siapa saja yang mengurusi urusan umatku, lalu dia membebani mereka, maka bebanilah dia!

(HR Muslim dan Ahmad).

Tidak ada komentar: