Selasa, 11 Agustus 2009

Sony Sugema vs Imam Sugema

Abdullah bin Mas'ud dan Abdullah bin Ubay memiliki nama yang sama, Abdullah. Namun keduanya jelas berbeda dalam loyalitasnya kepada Rasululah Saw dan apa yang dibawanya.

Memperhatikan pernyataan yang disampaikan oleh Sony Sugema, seorang pengamat ekonomi syariah, dalam sebuah konferensi pers tentang Seminar Internasional Ekonomi Syariah di Jakarta Kamis pekan ini, terlihat perbedaan pandangan dengan Sugema lain yang juga seorang ekonom, Imam Sugema.

Perbedaan itu akan terlihat jelas jika menilik pernyataan Imam Sugema dalam sebuah acara launching Manifesto HTI di Wisma Antara beberapa waktu lalu. Dalam komentarnya sebagai panelis ketika itu tersirat kesangsiannya mengenai penggunaan mata uang logam (emas/dinar dan perak/dirham). Beliau mengutarakan banyaknya ketidakpraktisan dalam teknis penggunaan mata uang logam itu dalam transaksi sehari-hari, sebagaimana juga kita dapatkan dalam pelajaran ekonomi di sekolah mengenai perubahan penggunaan mata uang logam ke mata uang kertas atau surat berharga.

Pernyataan Imam ini berbeda dengan pernyataan koleganya, Sony, padahal mereka berdua sama-sama ekonom. Bahkan sama-sama Sugema. Walaupun persamaan yang terakhir ini tidak ada hubungan dengan ilmu mereka. Dalam konferensi pers yang dikutip situs eramuslim.com, Sony justru mengungkap kerugian dalam menggunakan uang kertas dan mendorong umat islam kembali menggunakan uang dinar.

Berikut kutipannya:

Umat Islam di Indonesia harus melek dengan ekonomi syariah. Khususnya, soal manipulasi uang kertas yang terus membuat rakyat Indonesia menjadi miskin.
“Umat Islam harus kembali kepada ekonomi syariah dalam bermuamalah sehari-hari!” ujarnya. Menurut Sony, alat tukar uang kertas selalu memberikan nilai inflasi senilai 10 persen tiap tahun. Dan kalau pun seseorang mendepositokan uangnya dalam satu tahun, ia hanya dapat bunga sebesar 6 persen. Jadi, masih menurut Sony, ada tekor sebesar 4 persen. Belum lagi dosa riba yang tergolong dosa besar menurut ajaran Islam.
Uang kertas yang dimaksud Sony adalah tanpa kecuali. Bisa rupiah, dolar Amerika, dan lain-lain.
Ia memberikan ilustrasi betapa umat Islam telah rugi besar dengan menyimpan uang kertas. “Jika dilihat tahun 97, ongkos naik haji sebesar 7 juta lima ratus ribu atau senilai 3.300 dolar Amerika, atau senilai 310 dinar. Tapi sekarang, ONH sama dengan 300 dolar dan hanya 100 dinar,” papar Sony.
Lebih lanjut ia mengilustrasikan, sejak di masa Rasulullah, harga kambing senilai satu dinar. Dan sekarang, setelah 14 abad lebih, harga kambing tetap senilai satu dinar.
“Karena itu, saatnya umat Islam kembali ke dinar seperti yang dicontohkan Rasulullah saw. dan para sahabat,” ajak Sony yang juga pengurus gerai dinar di Jakarta.

Ternyata, rambut boleh sama hitam, sama profesi, bahkan nama, namun tidak menjamin seseorang itu sama pula pemikiran dan pemahamannya. Wallahua'lam.

Tidak ada komentar: