Kamis, 05 Juni 2008

Buruk Rupa Cermin Dibelah

(Analisis Sederhana Peristiwa Monas 1 Juni)
Awalnya hanya mengikuti berita. Tapi lama-lama gatal juga tangan ini ingin menekan tuts keyboard dan menumpahkan isi kepala di sini. Terkait peristiwa Monas 1 Juni.

Berita-berita yang dapat diliput dari media, dari pernyataan dan kesaksian pihak yang terlibat, ditengarai ada unsur kesengajaan atau rekayasa sehingga peristiwa ini harus terjadi. Misalnya dengan adanya provokasi yang berbentuk petisi di koran nasional yang didukung tokoh-tokoh nasional, izin AKKBB yang dipermasalahkan, jalur yang tidak dipatuhi, kesengajaan mendatangi massa yang berseberangan opini, adanya oknum yang membawa senjata api, orasi yang tidak sesuai dengan tema, provokasi dengan hujatan “laskar setan”, kurang sigapnya polisi, dll.
Ada sebuah kalimat yang pernah saya dengar dari seorang pengamat intelijen yang mengatakan “kalau mau melihat apa target sebuh peristiwa, maka lihatlah kejadian setelahnya (akibatnya)”.

Mencermati kejadian setelahnya, peristiwa tersebut, bila dianalisis sederhana , bertujuan :
  1. Pengalihan isu pokok kenaikan BBM atau penyelamatan diri (atau muka?) pemerintah setelah mengeluarkan kebijakan menaikkan harga BBM yang menyengsarakan rakyat dan otomatis ditolak oleh sebagian besar rakyat. Indikasinya adalah ketika pemerintah dengan sigap mengeluarkan pernyataan mengecam keras kekerasan yang terjadi pada peristiwa itu padahal ketika kasus ahmadiyah tidak sesigap itu, bahkan cenderung mengambangkan masalah. Disamping itu demonstrasi yang dilakukan oleh elemen rakyat secara bergelombang tidak disikapi oleh pemerintah dengan ilmiyah atau intelektual. Bahkan cenderung hanya membela diri dan bersikukuh dengan pendiriannya menaikkan harga BBM, tanpa peduli kedzaliman yang timbul akibat keputusan itu.
    Isu BLT yang semula dipakai untuk mengalihkan rupanya kurang “cespleng”. Walaupun beberapa pengamat dan tokoh nasional sempat tergiring dengan opini BLT tsb.
    Pendapat Amin Rais dan “Pengakuan” nong Darol mahmada, salah seorang pentolan JIL, yang mengakui bahwa aksi itu memang dirancang pemerintah dan JIL untuk mengalihkan isu BBM. Namun tanpa “pengakuan” ini pun sudah bisa terlihat arahnya.
  2. Adu domba antara elemen Islam. Akibat kejadian di Monas itu, sekarang, mulai terlihat adanya konfrontasi antara elemen organisasi massa islam di tingkat daerah. Antara FPI dan Garda Bangsa terlibat suasana panas. FPI di beberapa daerah disweeping dan dicari-cari. Bahkan terjadi penyerangan ke markas FPI di DIY. Pernyataan Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi mengingatkan pihak-pihak tertentu untuk tidak melibatkan NU menyusul insiden Monas 1 Juni. Beliau mengingatkan agar NU jangan diseret-seret ke dalam konflik ini. Tidak hanya itu , perluasan insiden Monas juga tampak dari upaya membangun opini seakan-akan lasyar Islam menyerang kelompok memperingati hari kesaktian Pancasila. Serangan ini dianggap ancaman terhadap Pancasila, ideologi negara, dan pada gilirannya dianggap merupakan ancaman terhadap negara.
    Komentar tokoh-tokoh nasional pun terpecah tentang peristiwa itu dan tanggapannya tentang organisasi FPI. Ada yang meminta untuk langsung dibubarkan saja, ada pula yang melihat bukan FPI itu akar masalahnya.
    Bisa dimaklumi bahwa pihak-pihak yang tidak suka terhadap Islam akan melakukan berbagai cara untuk menghancurkan Islam. Rand Corporation yang merupakan think-thank neo-conservative AS yang banyak mendukung kebijakan Gedung Putih merekomendasikan melakukan klasifikasi terhadap umat Islam berdasarkan kecendrungan dan sikap politik mereka terhadap Barat dan nilai-nilai Demokrasi (fundamentalis, tradisionalis, modernis, sekularis). Kemudian melakukan politik belah bambu, yaitu mendukung kelompok yang pro dan menjatuhkan kelompok yang kontra. Kemudian membenturkan kelompok-kelompok itu.
  3. Ada yang mengambil keuntungan dari peristiwa ini. Pihak JIL tentu saja senang dengan adanya peristiwa ini. Karena dengan demikian bisa membatasi pihak perintang kebebasan ala liberalisme melalui aparat dan media. FPI adalah salah satu pihak yang sejak dulu menjadi batu sandungan bagi JIL yang ingin meliberalkan negeri ini. Komentar syukurnya Ulil di berbagai milis mengenai penangkapan FPI menunjukkan hal itu. Pihak lain adalah jamaah Ahmadiyah yang mengharapkan bisa mendapat simpati dari masyarakat akibat menjadi “korban” dalam peristiwa ini sehingga tidak jadi dibubarkan.

Sungguh banyak yang telah mencoba berbuat makar terhadap Allah. Akan tetapi makar Allah jauh lebih dahsyat.

Dan merekapun merencanakan makar dengan sungguh-sungguh dan Kami merencanakan makar (pula), sedang mereka tidak menyadari. (Q.S. An-Naml : 50)

2 komentar:

Abu Faiz mengatakan...

belajar jadi politikus. minimal pengamatlah . . .:)

Anonim mengatakan...

poin satu cukup beralasan ada tambahan juga, poin lain yaitu untuk mengalihkan ahmadiyah menjadi yang mesti di bela.
Boleh lah jadi pengamat politik