Kamis, 17 Juli 2008

Infotainment = Hiburan?

Infotainment menempati porsi cukup tinggi dalam rating acara televisi. Ini menggambarkan tingginya permintaan untuk acara sejenis ini Sekarang ini bisa dikatakan tiap saluran televisi mempunyai acara infotainment. Kalau kita menyalakan tv maka dari pagi hingga larut malam ada saja jenis acara ini. Bahkan satu stasiun tv menayangkan lebih dari satu acara serupa. Hanya nama dan penyajiannya saja yang sedikit berbeda. Saking banyaknya, terkadang berita yang ditampilkan antara saru acara dengan acara yang lain tidak jauh berbeda. Sehingga seolah-olah seluruh saluran tv menyajikan infotainment yang seragam. Terlebih jika ada berita yang cukup “hangat”. Malah sering kali tayangan dari satu stasiun tv diputar ulang oleh stasiun lain. Kurang kreatif? Entahlah . . .

Menilik namanya, infotainment seharusnya berisi berita-berita yang menghibur. Atau paling tidak materinya adalah berita tentang hiburan atau dunia hiburan.

Tetapi kenyataannya tidaklah selalu demikian. Tayangan infotainment sekarang ini lebih banyak berisi berita tentang kehidupan pribadi pelaku seni/hiburan. Sehingga yang lebih sering berkelebat di layar kaca adalah berita tentang pasangan barusi artis, putusnya hubungan si artis dengan pacarnya, selingkuh artis, perceraian artis, kegiatan artis, gaun si artis, kekayaan si artis, dan sejenisnya. Berita-berita yang seharusnya hanya menjadi konsumsi terbatas, malah menjadi konsumsi public. Sesuatu yang seharusnya disimpan rapat-rapat malah dinikmati oleh banyak orang.

Yang lebih menyedihkan lagi, acara infotainment ini sering dimanfaatkan oleh si pelaku untuk mendongkrak popularitasnya. Tidak heran jika ada pelaku seni yang lama tidak terliput akan melakukan hal-hal yang menarik perhatian para pemburu berita, walau harus mengorbankan rasa malunya dengan membuka aibnya sendiri. Bahkan kalau perlu konferensi pers dengan mengundang sejumlah wartawan infotainment agar meliputnya. Tentu saja agar popularitasnya tidak hilang yang bisa berujung pada hilangnya peluang untuk “dipakai” lagi.

Di sisi lain, acara infotainment (sebagaimana bentuk berita lain) juga sering dipakai sebagai alat penyebarluasan opini. Atau bahkan pembunuhan karakter orang-prang tertentu. Belum hilang dari ingatan kita bagaimana seorang da’I kondang menjadi bulan-bulanan media karena memutuskan menjalani hidup dengan poligami. Sementara pada waktu yang kurang lebih bersamaan kasus selingkuh seorang anggota parlemen tidak disorot dengan porsi yang serupa.

Hal lain yang perlu juga dikritisi dari materi infotainment ialah bahwa unsur yang sering ditonjolkan dalam berita adalah gaya hidup pelaku seni. Ukuran materi, gaya hidup hedonis, permisif, dan sebangsanya seolah-olah telah menjadi tolak ukur dalam kehidupan masyarakat saat ini. Tak heran jika dalam kondisi sulit akibat dicabutnya subsidi BBM oleh pemerintah seperti sekarang ini, masih banyak juga artis yang tidak peka terhadap kondisi sekitarnya. Bahkan sengaja diliput agar tetap popular.

Jika demikian kondisi infotainment, kita perlu mengkaji ulang masih perlukah kita menyaksikan acara semacam ini. Karena alih-alih memberikan hiburan, yang ada malah menyebarluaskan hadharah negative, opini hitam, dan mengungkap aib seseorang.
. . . Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya . . . (Q.S. Al-Hujuraat:12)

Tidak ada komentar: