Selasa, 13 Januari 2009

Serangan Gaza Stimulasi Ekonomi AS?

Apakah ada hubungan antara serangan ke Gaza dengan resesi ekonomi yang diderita AS? Secara sekilas tidak ada hubungan antara situasi politik Timur Tengah dengan situasi ekonomi AS. Tetapi jika kita cermati secara mendalam, kemungkinan itu ada. Dalam tulisannya Hj. Nida Sa'adah SE,AK, DPP Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia, menganalisis bahwa serangan Israel ke Gaza merupakan upaya menstimulasi ekonomi As yang kian mati suri agar kembali bergairah.

Kondisi ekonomi As dengan total utang mencapai 40 triliun yang terdiri dari utang negara 10 triliun dolar, utang konsumen sebesar 11,4 triliun dolar, dan utang perusahaan 18,4 triliun menjadikan AS saat ini diibaratkan pasien yang menderita penyakit kronis. Sementara defisit perdagangannya mencapai 1 triliun dolar akibat aktifitas impor yang jauh melebihi ekspornya. Krisis keuangan yang menimpa AS juga mengungkap ketergantungan AS terhadap Cina dan Jepang, sebagai pihak yang setia membeli jaminan obligasi AS dan mendanai utang AS.

Menurut Nida situasi serupa pernah dihadapi AS sewaktu menghadapi Great Depression 1929. Bursa-bursa sahamnya ambruk dan perekonomiannya menuju resesi. Upaya-upaya keras untuk menggerakkan sektor riil sangat dibutuhkan agar mampu menggerakkan roda perekonomian AS yang sedang lesu. Pilihan tersebut jatuh pada industri alat-alat perang. AS pun masuk ke kancah Perang Dunia II dan roda sektor riil AS pun kembali beringsut.

Patron yang sama juga terjadi kali ini. Menghadapi ancaman resesi, ancaman hiper-inflasi 2009, dan janji Obama untuk menyelamatkan AS dari krisis, kita melihat modus operandi yang sama. Industri alat-alat perang sepertinya menjadi pilihan lagi untuk menggerakkan roda perekonomian AS dan Eropa. Dengan diluncurkannya berbagai rudal, dipergunakannya berbagai persenjataan perang, digunakannya bahan bakar minyak untuk melakukan berbagai penyerangan, tentu dibutuhkan pasokan-pasokan yang baru. Berputarlah kembali sektor riil dan roda perekonomian AS dan Eropa sebagai pemasok semua itu. Harga minyak pun bisa terdongkrak kembali.

Frida Berrigan, peneliti senior World Policy Institute dalam wawancara dengan jaringan media independen Democracy Now yang disiarkan Jumat (21/7) mengungkapkan bantuan militer AS terhadap Israel mencapai 3 miliar dolar AS per tahun. Sejak George W Bush berkuasa, penjualan senjata ke Israel meningkat menjadi 6,3 miliar dolar AS per tahun.

Menurut Berrigan, hampir semua senjata Israel dipasok oleh AS seperti pesawat-pesawat F-16, helikopter Apache, dan bermacam jenis rudal canggih. Uang rakyat AS yang diberikan untuk militer Israel setiap tahun sebagai bantuan, kemudian dibelanjakan kembali ke perusahaan-perusahaan pembuat peralatan militer seperti Lockheed Martin, Boeing, dan Raytheon di AS. Singkatnya, Israel menggunakan uang bantuan rakyat AS untuk kemudian membeli persenjataan di AS. Dengan begitu pabrik senjata Lockheed Martin di Texas, Raytheon di Massachsetts, dan Boeing adalah perusahaan-perusahaan yang mendapat keuntungan dari aksi-aksi yang dilakukan militer Israel. Produk-produk mereka, mulai dari F-16, C-130, rudal Tomahawk, F-18 dan F-14, semuanya merupakan kunci keunggulan Israel atas negara dengan teknologi pertahanan lemah.

Yang unik adalah bahwa Israel tidak perlu sepenuhnya membiayai semua petualangan perangnya, karena uang bantuan dari pajak warga AS yang diperoleh Israel setiap tahun, kemudian dibelanjakan ke perusahaan-perusahaan AS juga.
Nida juga mengatakan di sinilah signifikansi posisi Washington dalam upaya menghentikan serangan sistematis Israel atas Lebanon, Palestina, dan mungkin negara-negara lain di sekitarnya. Sebenarnya AS bisa menghentikan perang itu hari ini juga jika ada kemauan politik Gedung Putih. Hanya saja simbiosis mutualisme kedua entitas inilah yang menyebabkan kaum muslim tetap jadi korban. Omong kosong dengan slogan kemanusiaan dan demokratisasi.
(sumber : syabab.com)

Tidak ada komentar: