Selasa, 29 April 2008

Ibu Rumah Tangga dan Emansipasi

Ibu rumah tangga tidak produktif?

Bulan April adalah bulan istimewa bagi sebagian aktifis perempuan (baca: aktifis gender). Karena di bulan inilah mereka memperingati kelahiran R.A. Kartini yang dijadikan sebagai simbol perjuangan kesetaraan hak-hak wanita Indonesia. Mereka meneriakkan emansipasi yang mendompleng nama besar Kartini.


Sungguh, ibu kita Kartini pasti menangis dengan teramat nelangsa apabila beliau tahu apa yang dilakukan wanita-wanita sekarang dengan mendompleng nama besar perjuangannya. Lihatlah wanita-wanita yang terserak di jalan-jalan dengan dandanan menor dan baju mini atas nama emansipasi. Mereka meninggalkan kewajiban serta fitrahnya sebagai wanita.


Banyak wanita sekarang enggan untuk menjadi ibu bagi anak-anaknya. Anggapannya hamil hanya merusak bentuk tubuh indah mereka. Toh fungsi ibu sebagai pendidik utama telah tergantikan dengan keberadaan baby sister di rumah. Akhirnya anak tumbuh besar didampingi oleh orang “asing” dan miskin dekapan ibunya. Kehidupan dan karier diluar rumah jauh lebih prestisius daripada berkutat dengan persoalan anak dan rumah.


Sedangkan mereka, para muslimah yang memilih setia manjadi ibu rumah tangga lebih banyak dicibir karena dianggap tidak produktif. Makna yang difahami sebagai segala sesuatu yang dapat menghasilkan uang dan dapat dinilai secara materi.


Bercermin kepada generasi terbaik
Seharusnya kita harus banyak-banyak bercermin dari ummahatul mukminin di antaranya Siti Khadijah ra., seorang ibu rumah tangga yang dapat berperan besar terhadap kesuksesan sang suami Rasulullah saw. Meski tak menonjolkan diri, tetapi daya dukungannya begitu kuat. Begitupula dengan puteri tercinta Rasulullah saw yaitu Fatimah ra., yang tangannya selalu membekas karena sering menumbuk, pundaknya pun membekas karena sering menjinjing air dengan kendi, bajunya selalu berdebu karena sering menyapu.


Hingga pernah Rasulullah saw, teladan agung manusia, berkata pada Fatimah ra.,


Ya Fathimah perempuan mana yang berkeringat ketika ia menggiling gandum untuk suaminya maka Allah swt. menjadikan antara dirinya dan neraka tujuh buah parit. Perempuan mana yang meminyaki rambut anak-anaknya dan menyisir rambut mereka dan mencuci pakaian mereka maka Allah swt. akan mencatatkan baginya ganjaran pahala orang yang memberi makan kepada seribu orang yang lapar dan memberi pakaian kepada seribu orang yang bertelanjang. Perempuan mana yang menghamparkan tempat untuk berbaring atau menata rumah untuk suaminya dengan baik hati maka berserulah untuknya penyeru dari langit (malaikat), Teruskanlah amalmu maka Allah swt telah mengampunimu akan sesuatu yang telah lalu dari dosamu dan sesuatu yang akan datang.


Apakah mereka juga sosok yang tidak produktif sebagaimana anggapan pejuang emansipasi itu selama ini? Apakah pegiat gender itu juga berani mencibir pada mereka?


Perubahan pemikiran R.A. Kartini
Menurut Kartini, ilmu yang diperoleh para wanita melalui pendidikan ini bukanlah sebagai sarana untuk sekedar bersaing dengan laki-laki. Tapi lebih sebagai bekal mendidik anak-anak kelak agar menjadi generasi berkualitas. Bukankah anak yang dibesarkan dari ibu yang berpendidikan akan sangat berbeda kualitasnya dengan mereka yang dibesarkan tanpa ilmu? Inilah yang berusaha diperjuangkan Kartini saat itu.


Dalam Door Duisternis Tot Licht atau Habis Gelap Terbitlah Terang (=Minadz dzulumâti ilan Nûr ?), karya fenomenal beliau, tertuang kegelisahannya menyaksikan wanita Jawa yang terkungkung adat sedemikian rupa sehingga tidak bebas menuntut ilmu. Tujuan utama beliau menginginkan hak pendidikan untuk kaum wanita sama dengan laki-laki, tidak lebih.


Walaupun Kartini memang sempat kagum dengan kemajuan yang dicapai oleh wanita Barat. Karena kebetulan saat itu yang menjadi teman koresponden beliau adalah wanita-wanita dari negeri Belanda. Tapi harus digarisbawahi bahwa ada perubahan pemikiran pada diri Kartini setelahnya ketika ia mengungkapkan dalam tulisannya:


Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa dibalik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut disebut sebagai peradapan?. Artinya bahwa budaya Barat bukanlah menjadi parameter keberhasilan dalam membentuk sebuah peradapan baru yang bermutu.



Tak Tergantikan
Sungguh miris menyaksikan fakta yang kita lihat sehari-hari jika sudah tahu cita-cita Ibu Kartini saat beliau masih hidup. Dan juga ada apa sih sebetulnya di balik ide emansipasi wanita itu. Ternyata dengan ide ini, bukannya membawa perbaikan nasib semakin terpuruknya ke lembah yang bernama eksploitasi.

Sebaliknya. Betapa kita menemukan keagungan dalam pekerjaan ibu rumah tangga ini. Sebuah profesi yang tidak bisa digantikan oleh siapapun selain wanita ibu rumah tangga. Seharusnya wanita sekarang begitu bangga dengan profesi ini. Jika ada yang bertanya apa pekerjaan anda? Jawaban yang seharusnya keluar tanpa ragu ialah, "Saya adalah ibu rumah tangga."

Tidak ada komentar: