tag:blogger.com,1999:blog-4881459347983020112.post3897856609866383031..comments2022-04-01T06:15:31.961+07:00Comments on melanjutkan kehidupan >>>: Zakat Harus Disalurkan Sesuai Ketentuan Syara’ (tanggapan atas tulisan)Abu Faizhttp://www.blogger.com/profile/09514703386673225621noreply@blogger.comBlogger2125tag:blogger.com,1999:blog-4881459347983020112.post-70018687951795684602009-01-09T14:00:00.000+07:002009-01-09T14:00:00.000+07:00Terima kasih telah sudi menyambangi halaman saya, ...Terima kasih telah sudi menyambangi halaman saya, sekaligus memberikan penjelasan atas tulisan saya yang juga adalah respon atas tulisan antum.<BR/><BR/>Senang berkenalan dengan antum, seorang yang memiliki kepedulian terhadap ummat, dan terjun langsung sebagai praktisi mewujudkan kepedulian itu.<BR/><BR/>Saya telah membaca penjelasan antum, dan mohon maaf jika penangkapan saya terhadap tulisan antum tidak sebagaimana yang antum maksudkan. Karena melihat judulnya saja cukup provokatif secara intelektual. Dan membaca berulangkali, saya tidak melihat kesamaan antara tulisan di kolom antum dengan penjelasan antum di komentar ini. Terutama pada tulisan “ . . . Maka siapa bilang zakat harus disalurkan. Istilah “disalurkan” ini sudah menjebak kita. Maka terjadi pembagian amplop zakat di mana-mana. Alih-alih disalurkan, maka yang terjadi benar-benar dibagi-bagi dan disebarkan. Lalu buat apa ada Amil, sebuah profesi yang dicantumkan oleh Allah SWT di Al Qur’an. Peran strategis Amil adalah mengubah sumber dana zakat menjadi aset produktif untuk mengubah kemiskinan menjadi kemakmuran. <BR/><BR/>Zakat yang jadi kewajiban setiap kaum muslim yang mampu harus dihimpun, dikelola, dan didayagunakan semaksimal mungkin oleh para pengelola zakat agar menjadi aset produktif bagi kaum dhuafa. . .”<BR/><BR/>Mungkin kita memang berbeda (paling tidak dalam pengungkapannya) untuk beberapa hal.<BR/><BR/>Pertama, paradigma penanggulangan kemiskinan ini. Menurut saya kemiskinan yang terjadi sekarang ini bukanlah kemiskinan yang alami semata-mata, tetapi juga kemiskinan struktural yang penyebabnya adalah sistem yang berlaku di tengah-tengah ummat. Sistem kapitalis inilah sumber malapetaka kemiskinan di seluruh dunia. Jadi pemberdayaan zakat dalam perspektif antum juga tak akan pernah menyelesaikan akar permasalahan kemiskinan itu.<BR/><BR/>Kedua, paradigma peran amil dalam zakat. Selain sebagai salah satu mustahik, amil, sebagai perpanjangan tangan penguasa untuk mengurusi zakat, bertanggungjawab untuk mengumpulkan zakat dari muzakki dan menyalurkannya kepada mustahik. Jadi tugas amil sangat spesifik, atau teknis. Bukan strategis. <BR/><BR/>Ketiga, beban pemenuhan kesejahteraan ummat ini sebenarnya tertumpu pada penguasa. Penguasalah yang bertanggung jawab di hadapan Allah jika ada ummatnya yang kelaparan atau tidak berpakaian akibat kebijakan yang diterapkannya. Bahkan jika ada yang tidak bisa sekolah karena beban biaya pendidikan yang sedemikian tinggi, atau tidak bisa berobat karena biaya pemeliharaan kesehatan yang demikian mahal, atau tidak merasa aman karena tidak bisa membayar biaya keamanan. Inilah yang tergambar dari kisah sahabat dan kapak dalam kolom antum. Bukan fungsi amil zakat.<BR/><BR/>Keempat, ada harta yang, jika pengelolaan negara ini benar, akan bisa disalurkan untuk mendukung kesejahteraan ummat. Dalam literatur Islam kita kenal dengan istilah baitul mal. Di sana ada pos zakat dan non zakat. Harta di pos zakat benar-benar hanyalah sebagai pelaksanaan ibadah mahdhoh saja sebagaimana perintah Allah. Sementara pos non zakat inilah yang dipergunakan untuk menunjang seluruh operasional negara dalam memenuhi tanggung jawabnya melayani ummat. Seharusnya hal inilah yang dimaksimalkan untuk upaya pemenuhan kesejahteraan ummat. Bisa dengan membukakan lapangan pekerjaan, memberikan bekal keterampilan kepada angkatan kerja, atau pemberian santunan kepada yang tidak produktif mutlak (misalnya cacat) di luar pos zakat.<BR/><BR/>Jadi penanggulangan kemiskinan memang tidak hanya dari satu bagian saja, melainkan harus diupayakan secara konfrehensif atau sistemik. Karena ada keterlibatan fungsi negara (pelaksana sistem) di dalamnya.<BR/><BR/>Wallahua’lam.Abu Faizhttps://www.blogger.com/profile/09514703386673225621noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4881459347983020112.post-65195038900817954232009-01-02T00:50:00.000+07:002009-01-02T00:50:00.000+07:00Assalamu alaikum wr wb,salam kenal,semoga antum me...Assalamu alaikum wr wb,<BR/><BR/>salam kenal,<BR/>semoga antum mendapat keberkahan. terima kasih telah memberikan tulisan mengomentari kolom saya.<BR/><BR/>Saya banyak sepakat dengan anda tentang zakat harus diberikan kepada asnaf. tentu saja dengan cara yang terbaik.<BR/><BR/>saya juga tidak pernah menyampaikan kesan bahwa amil memutar uang zakat dan mengembangkannya. Kalau Zakat harus diberdayakan, itu harus benar-benar telah menjadi milik mustahik, dan amil berupaya agar pemberdayaan zakat ini didampingi agar mustahik punya kesempatan untuk maju dan berkembang. Tugas amil adalah membuat dana zakat menjadi optimal, bukan memutarnya atau menginvestasikannya dan kemudian hasilnya untuk mengentaskan kemiskinan. pendapat ini keliru dan saya tidak pernah mengatakan hal demikian. Jadi sekali lagi Amil memang tidak boleh memutar uang dalam bisnisnya sendiri. demikian yang menjadi pandangan saya tentang zakat produktif.<BR/>Diluar itu, zakat juga dapat dipakai sebagai sosial security sistem bagi mustahik untuk memnuhi hak dasar kehidupan semisal makanan, tempat tinggal, kesehatan pendidikan dll. Yang saya maksud zakat tidak untuk disalurkan adalah cara-cara pembagian zakat langsung dengan membagi amplop tanpa fungsi dan anggung jawab yang jelas dari amil kepada mustahik lainnya.<BR/>Zakat memang harus didayagunakan, bukan berari amil memutar uang zakat. Zakat harus diberikan kepada asnaf dengan cara memberdayakannya, mendampingi dsb.<BR/><BR/>Demikian penjelasan saya.<BR/><BR/>wassalamu alaikum.<BR/><BR/>Arifin PurwakanantaAnonymousnoreply@blogger.com