Rabu, 30 April 2008

Madu Penghalau Kanker


Sesendok gula mungkin bakal menolong Anda menggelontorkan obat yang Anda makan namun tidak memberi apa-apa selain kalori. Sebaliknya, madu akan meningkatkan kadar antioksidan endogen dalam tubuh Anda.


Antioksidan endogen merupakan unsur yang diproduksi tubuh untuk menghalau radikal bebas penyebab munculnya penyakit jantung, kanker dan penyakit lainnya lagi.


Dalam sebuah penelitian kecil, setelah sebulan empat sendok makan madu setiap hari—yng cukup untuk memaniskan secangkir teh—25 relawan mengalami peningkatan kadar antioksidan hingga 5 sampai 12 persen dalam darah mereka.


Jadi, pastikan agar Anda menggunakan madu sebagai pengganti gula. Jangan gunakan dua-duanya, karena Anda hanya akan melipatgandakan asupan kalori.

Stres, Atasi Dengan Bersyukur

Ternyata stres tidak hanya monopoli warga perkotaan. Hampir seluruh daerah dan pelosok di negeri ini bisa terkena, dengan tingkat dan jenis yang berbeda-beda.
Pada dasarnya, kata psikolog klinis dari Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Heri Widodo, M.Psi, manifestasi stres bisa beragam. Tergantung karakter kepribadian. "Ada yang melakukan tindakan membahayakan seperti bunuh diri atau melukai orang lain, membunuh orang lain termasuk keluarganya seperti kasus seorang ibu yang tega membunuh anaknya,"Stres bisa jadi membuat orang menjadi psikotik atau sering kita sebut gila, menyebabkan halusinasi, berkepribadian ganda. Sang ibu yang sedang berada dalam penahanan Polres Metro Bekasi ini sulit diajak bicara. Kalaupun bisa, pembicaraannya tidak jelas dan mengacau. Menurut Heri, pasti ada beban hidup yang menimpa si ibu sampai dia bisa melakukan hal ini. Dan memang, bisa dikatakan bahwa sang ibu ini sedang stres.
Keluarga, dalam hal ini paling rawan menjadi penyebab terjadinya stres. Sehingga bisa jadi si anak justru yang menjadi stresor (penyebab stres). "Tapi sebaliknya, justru keluarga jugalah yang mampu membantu pulihnya stres," jelas Heri.Karena itu, tidak mudah membuat si ibu bicara dan menceritakan apa yang terjadi, tegas Heri. Butuh orang yang bisa dipercaya olehnya, mau menerima dia apa adanya. Biasanya dari kalangan keluargalah yang bisa melakukan pendekatan ini. Sulit diketahui butuh berapa lama kondisi ini bisa pulih.
Agar tidak stres banyak hal bisa dilakukan. Pada dasarnya menerima hidup apa adanya merupakan salah satu langkah yang bisa dilakukan agar kita tidak stres. Banyaknya keinginan, sementara kemampuan terbatas bisa membuat orang tertekan dan depresi. Jadi, kita perlu mensyukuri apa pun yang kita alami dan terima setiap hari.Heri menjelaskan, stres pada dasarnya bisa dikelola. Tergantung dari kemampuan pribadi masing-masing. Kedewasaan pribadi dalam hal ini menentukan apakah seseorang mampu atau tidak menghadapi stresor.
Jadi alangkah beruntungnya seorang mukmin. Jika ia ditimpa cobaan ia sabar, jika ia diberi nikmat ia bersyukur.

Selasa, 29 April 2008

Ibu Rumah Tangga dan Emansipasi

Ibu rumah tangga tidak produktif?

Bulan April adalah bulan istimewa bagi sebagian aktifis perempuan (baca: aktifis gender). Karena di bulan inilah mereka memperingati kelahiran R.A. Kartini yang dijadikan sebagai simbol perjuangan kesetaraan hak-hak wanita Indonesia. Mereka meneriakkan emansipasi yang mendompleng nama besar Kartini.


Sungguh, ibu kita Kartini pasti menangis dengan teramat nelangsa apabila beliau tahu apa yang dilakukan wanita-wanita sekarang dengan mendompleng nama besar perjuangannya. Lihatlah wanita-wanita yang terserak di jalan-jalan dengan dandanan menor dan baju mini atas nama emansipasi. Mereka meninggalkan kewajiban serta fitrahnya sebagai wanita.


Banyak wanita sekarang enggan untuk menjadi ibu bagi anak-anaknya. Anggapannya hamil hanya merusak bentuk tubuh indah mereka. Toh fungsi ibu sebagai pendidik utama telah tergantikan dengan keberadaan baby sister di rumah. Akhirnya anak tumbuh besar didampingi oleh orang “asing” dan miskin dekapan ibunya. Kehidupan dan karier diluar rumah jauh lebih prestisius daripada berkutat dengan persoalan anak dan rumah.


Sedangkan mereka, para muslimah yang memilih setia manjadi ibu rumah tangga lebih banyak dicibir karena dianggap tidak produktif. Makna yang difahami sebagai segala sesuatu yang dapat menghasilkan uang dan dapat dinilai secara materi.


Bercermin kepada generasi terbaik
Seharusnya kita harus banyak-banyak bercermin dari ummahatul mukminin di antaranya Siti Khadijah ra., seorang ibu rumah tangga yang dapat berperan besar terhadap kesuksesan sang suami Rasulullah saw. Meski tak menonjolkan diri, tetapi daya dukungannya begitu kuat. Begitupula dengan puteri tercinta Rasulullah saw yaitu Fatimah ra., yang tangannya selalu membekas karena sering menumbuk, pundaknya pun membekas karena sering menjinjing air dengan kendi, bajunya selalu berdebu karena sering menyapu.


Hingga pernah Rasulullah saw, teladan agung manusia, berkata pada Fatimah ra.,


Ya Fathimah perempuan mana yang berkeringat ketika ia menggiling gandum untuk suaminya maka Allah swt. menjadikan antara dirinya dan neraka tujuh buah parit. Perempuan mana yang meminyaki rambut anak-anaknya dan menyisir rambut mereka dan mencuci pakaian mereka maka Allah swt. akan mencatatkan baginya ganjaran pahala orang yang memberi makan kepada seribu orang yang lapar dan memberi pakaian kepada seribu orang yang bertelanjang. Perempuan mana yang menghamparkan tempat untuk berbaring atau menata rumah untuk suaminya dengan baik hati maka berserulah untuknya penyeru dari langit (malaikat), Teruskanlah amalmu maka Allah swt telah mengampunimu akan sesuatu yang telah lalu dari dosamu dan sesuatu yang akan datang.


Apakah mereka juga sosok yang tidak produktif sebagaimana anggapan pejuang emansipasi itu selama ini? Apakah pegiat gender itu juga berani mencibir pada mereka?


Perubahan pemikiran R.A. Kartini
Menurut Kartini, ilmu yang diperoleh para wanita melalui pendidikan ini bukanlah sebagai sarana untuk sekedar bersaing dengan laki-laki. Tapi lebih sebagai bekal mendidik anak-anak kelak agar menjadi generasi berkualitas. Bukankah anak yang dibesarkan dari ibu yang berpendidikan akan sangat berbeda kualitasnya dengan mereka yang dibesarkan tanpa ilmu? Inilah yang berusaha diperjuangkan Kartini saat itu.


Dalam Door Duisternis Tot Licht atau Habis Gelap Terbitlah Terang (=Minadz dzulumâti ilan Nûr ?), karya fenomenal beliau, tertuang kegelisahannya menyaksikan wanita Jawa yang terkungkung adat sedemikian rupa sehingga tidak bebas menuntut ilmu. Tujuan utama beliau menginginkan hak pendidikan untuk kaum wanita sama dengan laki-laki, tidak lebih.


Walaupun Kartini memang sempat kagum dengan kemajuan yang dicapai oleh wanita Barat. Karena kebetulan saat itu yang menjadi teman koresponden beliau adalah wanita-wanita dari negeri Belanda. Tapi harus digarisbawahi bahwa ada perubahan pemikiran pada diri Kartini setelahnya ketika ia mengungkapkan dalam tulisannya:


Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa dibalik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut disebut sebagai peradapan?. Artinya bahwa budaya Barat bukanlah menjadi parameter keberhasilan dalam membentuk sebuah peradapan baru yang bermutu.



Tak Tergantikan
Sungguh miris menyaksikan fakta yang kita lihat sehari-hari jika sudah tahu cita-cita Ibu Kartini saat beliau masih hidup. Dan juga ada apa sih sebetulnya di balik ide emansipasi wanita itu. Ternyata dengan ide ini, bukannya membawa perbaikan nasib semakin terpuruknya ke lembah yang bernama eksploitasi.

Sebaliknya. Betapa kita menemukan keagungan dalam pekerjaan ibu rumah tangga ini. Sebuah profesi yang tidak bisa digantikan oleh siapapun selain wanita ibu rumah tangga. Seharusnya wanita sekarang begitu bangga dengan profesi ini. Jika ada yang bertanya apa pekerjaan anda? Jawaban yang seharusnya keluar tanpa ragu ialah, "Saya adalah ibu rumah tangga."

Pesan Buat Deviant


SILAHKAN BIKIN SEPULUH AGAMA BARU,

JIKA BELUM CUKUP. . .

SILAHKAN BUAT BAHKAN SEJUTA AGAMA BARU

TERSERAH . . .


TAPI INGAT

JANGAN SEKALI-KALI MENGACAK-ACAK ISLAM

JANGAN SEMPAT MENODAI AGAMA KAMI

ATAU BAHKAN MELECEHKANNYA. . .


KARENA KAMI BERHAK MENJAGA KESUCIAN AGAMA KAMI

BAHKAN JIKA HARUS DENGAN DARAH DAN NYAWA KAMI


CAMKAN ITU!

Kisah Pilu Yang Tersisa

Selasa, 29 Apr 08 09:42 WIB

“Bu… kapan suara bom itu berhenti?”

“Bu... apakah kita bisa bermain di pantai dan berenang-renang di sana?”

“Bu… kita pasti bisa bermain sepeda lagi di sekitar rumah”

“Bu… seperti kata Ibu, kita pasti bisa naik mobil menembus pengepungan ini. Benar kan, bu?”


Pertanyaan demi pertanyaan itu mengisi benak dan mimpi anak-anak kecil di Ghaza. Mereka bertanya dan bertanya pada orang tua mereka, kapan mereka bisa bersuka cita? Apalagi, meski tak terlalu mengerti, setidaknya mereka turut mendengar bila ada perwakilan Ghaza yang berangkat ke Kairo Mesir untuk membahas upaya gencatan senjata. Itu tandanya, bagi mereka, ada harapan kebahagiaan setelah itu.
Hanaa, gadis cilik usia lima tahun berteriak gembira, “Akhirnyaa.. aku bisa tidur dengan tenang.. “

Adiknya, Shalih yang berusia 4 tahun menyambut, “Kita bisa bermain dan bersenang-senang lagi…”

Sang ibu kemudian menjawab kebahagiaan itu, “Ayo.. sekarang tidur dulu.. biar besok pagi kita dengarkan bagaimana berita tentang gencatan senjata… semoga saja apa yang kalian harapkan terwujud..“

Malam itu, keluarga Muslim di Ghaza pun terlelap dalam mimpi indahnya tentang suasana yang lebih aman.


Tapi, harapan dan mimpi itu dijawab Zionis Israel dengan berita bak mengiris hati dengan sembilu. Pagi keesokan harinya, bom Israel sengaja ditembakkan ke rumah Abu Ma’tiq yag terletak di utara Ghaza. Anak-anak yang ada di dalam rumah itu, Mas’ad (1), Hanaa (3), Shalih (4), Radena (6), semuanya bergelimpangan tanpa nyawa di antara reruntuhan rumah. Sang ibu, dengan penuh luka dan tangis akhirnya sampai ke rumah sakit. Dan tak beberapa lama, ia pun menghembuskan nafasnya yang terakhir, menyusul keempat anaknya. Ia seperti tak mau berlama-lama tinggal di dunia yang hampa dari senyuman anak-anak yang menjadi buah hatinya.


Sang ayah, dengan lirih berkata, “Mereka merampas semua keluargaku... rumahku sekarang hancur.. tak ada penghangat di musim dingin.. semuanya hilang. Mereka semalam bermimpi tentang gencatan senjata dan pencabutan isolasi Ghaza. Mereka juga sudah merencanakan hari libur yang indah. Mereka ingin hidup dengan aman. Tapi kedengkian dan kebencian Israel telah merampas mereka dan mimpi-mimpi mereka. Mereka semuanya meninggal.. “


Hari itu, Bait Hanun, menyelimuti jasad para syuhadanya. Duka kembali menghangat di perkampungan pejuang Palestina yang tak mau tunduk dengan keinginan Israel dan AS yang terbukti haus darah. Ya, mimpi tentang gencatan senjata, dijawab dengan pembantaian..


Inna lillah..

Senin, 07 April 2008

Jejak Perdana


Langkah demi langkah meninggalkan jejak di atas pasir. Tertatih-tatih menyusuri hamparan kehidupan. Mencari maknanya yang hakiki.

Beratnya gelombang menghempas raga yang tak bertopang. Terseret oleh arus waktu yang tak berhenti. Tak peduli dengan siapa ia beriring. Ia terus bergulir hingga kembali ke empunya.

Semoga jejak-jejak ini menjadi mahaguru yang tak terlupakan